“Untuk kegiatan luar kelas, sekolah kita akan mengadakan jalan-jalan ke Gunung Banjaran hari minggu besok…” kata Ibu Wida didepan kelas.
“Asyik!!!” Anak-anak kelas enam SD Bina Bangsa menyambut gembira pengumuman ini. Sudah lama mereka tidak pergi kesana. Selain tempatnya jauh dari sekolah mereka yang berada di kota Kabupaten, sarana transportasi kesana juga sulit. Biasanya untuk mencapainya, orang-orang hanya bisa memakai jasa angkutan sebatas kaki gunung saja. Selebihnya hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki.
“Aku kangen sama pohon pinusnya yang rindang….” seru Amanda semangat.
“Iya, aku juga.” susul Mega tak mau kalah.
“Kalau aku ada rencana lain…” kata Shifa memancing penasaran kedua temannya itu.
“Rencana apa, Shifa?” tanya Amanda dan Mega penasaran.
Tuh kan, mereka jadi penasaran. Tapi Shifa tidak mau memberitahu mereka. Dia hanya menjawab, ‘Ada ajah’ sambil berlalu, meninggalkan kedua temannya yang semakin penasaran.
“Shifa kenapa, sih?” tanya Amanda pada Mega yang hanya dijawab gelengan kepala.
Hari minggunya mereka sekelas berangkat pagi-pagi menggunakan bus yang mengantar sampai kaki gunung. Terlihat wajah anak-anak yang sangat bergembira karena bisa jalan-jalan ke gunung lagi. Mereka bernyanyi bersama lagu ‘Naik-naik ke puncak gunung’ sambil sesekali saling bercanda.
Gunung Banjaran memang indah. Bunga-bunga liar tumbuh aneka ragam dikanan kiri jalur pendakian. Apalagi dipuncak gunung. Hamparan hutan pinus menyambut mereka dengan merdu suaranya. Menurut ibu Wida, suara itu dihasilkan dari bunyi daun yang tertiup angin. Anak-anak kagum mendengarnya. Benar-benar merdu lho, kawan.
Dan ada lagi keindahan Gunung Banjaran ini. Didekat puncak, ada jalan setapak yang dikanan-kirinya hanya ada jurang menganga. Nama tempat itu Igir Tipis. Untuk keamanan maka dikanan-kiri Igir Tipis itu dipasang pagar pengaman. Nah, disinilah Shifa melakukan hal yang direncanakannya kemarin.
Amanda dan Mega yang penasaran mengikuti Shifa ke Igir Tipis. Segera Shifa mengeluarkan sesuatu dari dalam tas ranselnya. Ternyata sebuah buku tulis.
“Untuk apa kamu bawa buku tulis kosong, Shifa? Bukannya Ibu Wida tidak menyuruh kita mencatat?” tanya Mega heran.
Seperti biasa, Shifa hanya diam saat ditanya. Dia malah merobek lembaran kosong buku itu lalu melipatnya, membuat sesuatu.
Ternyata pesawat-pesawatan. Segera Shifa meluncurkannya dari atas tebing. Syuuush… Pesawat kertas itu melayang jauuuh sekali. Amanda dan Mega takjub melihatnya.
“Aku juga mau ikutan, dong…” pinta mereka berdua serempak. Akhirnya mereka bertiga sibuk membuat pesawat-pesawatan dan berlomba siapa yang paling jauh menerbangkan pesawatnya.
“Ternyata kalian disini.” tegur Ibu Wida saat melihat Shifa, Mega dan Amanda bermain pesawat-pesawatan. “Apa yang kalian lakukan?”
Shifa, Mega dan Amanda saling pandang, merasa bersalah. “Anu, bu. Kami main pesawat-pesawatan dari kertas…”kata Shifa akhirnya.
Ibu Wida menatap mereka bertiga, ”Kalian seharusnya jangan menyia-nyiakan kertas. Tujuan jalan-jalan kita ini kan untuk mencintai serta tidak mengotori alam yang indah ini.”
Amanda dan Mega hanya menunduk saat Ibu Wida menasehati, sedang Shifa merasa sedikit kesal. ‘Kertas Shifa ini, kok…’ begitu batinnya.
Ibu Wida menghela nafas, “Ada lho anak-anak yang tidak bisa menikmati kertas seperti kalian-kalian ini…”
“Masa sih, bu?” tanya mereka serempak. Shifa juga merasa penasaran dengan ucapan ibu Wida barusan.
Ibu Wida tersenyum. “Kalau begitu saat pulang nanti kita akan mampir sebentar ke Pesanggrahan Giri…”
“Pesanggrahan Giri itu apa, bu?” tanya Amanda semakin penasaran.
“Itu tempat belajar anak-anak yang tinggal di Gunung Banjaran ini…” terang Ibu Wida sambil mengajak mereka berkumpul kembali bersama anak-anak lain.
Wah, tempat belajar anak-anak sini. Pasti seru…
Pesangrahan Giri itu menyerupai rumah yang cukup besar. Terbuat dari kayu dan didalamnya terdapat bangku-bangku yang terbuat dari bambu. Banyak anak-anak seusia mereka yang sedang duduk bergerombol, membuat sesuatu.
Shifa yang penasaran lalu menghampirinya. Ia berkenalan dengan seorang anak yang bernama Kanthi. Ternyata mereka sedang menulis. Tapi tanpa kertas dan pulpen ataupun juga pensil. Mereka menulis menggunakan selembar daun pisang dan juga sebatang lidi sebagai pulpennya. Lihai sekali mereka membuat goresan, mencatat tugas yang diberikan seorang kakak pengajar itu.
“Kalian mencatat memakai ini?” tanya Shifa yang merasa heran.
Kanthi tersenyum mendengarnya. “Iya, kalau hanya mengerjakan soal-soal memang hanya pakai daun. Tapi kalau ada pelajaran yang penting, kami mencatatnya dibuku tulis…”
“Kenapa enggak semua pakai buku tulis?”
Kanthi kembali tersenyum, “Buku itu kan jauh belinya di kaki gunung sana jadi harus hemat…”
Shifa terdiam. Kasihan sekali mereka. Tiba-tiba ia teringat buku tulisnya yang tadi dipakai untuk membuat pesawat-pesawatan. “Nih, untuk Kanthi…” kata Shifa sambil menjulurkan buku tadi.
“Wah, makasih Shifa.” Seru Kanthi senang. Ia lalu mebuka-buka buku pemberian Shifa tersebut.
“Tapi sebagian sudah kurobek, buat main pesawat-pesawatan…” Shifa nyegir, merasa tidak enak hati.
“Wah, dibuang ya. Sayang sekali…” desah Kanthi. “Tapi makasih ya, Shifa. Kanthi pasti akan tambah semangat belajar dengan buku ini.”
Akhirnya Ibu Wida mengajak anak-anak kembali pulang. Shifa berpamitan pada Kanthi dan teman-temannya. Mereka berjanji akan datang lagi.
Di dalam bus anak-anak kembali berceloteh tentang pengalaman yang didapat hari ini. Begitu juga Shifa. Ia merasa beruntung karena memiliki teman baru. Perlahan ia turun dari bangku penumpang lalu menghampiri Ibu Wida di bangku depan. Bus tetap melaju dengan tenang.
“Ibu, kapan kita bisa ke Gunung Banjaran lagi?” tanya Shifa ketika sampai didekat Ibu Wida.
“Memang kenapa, sayang?”
Shifa menatap Ibu Wida yang memandangnya sambil tersenyum. “Soalnya Shifa punya rencana…”
“Jangan-jangan Shifa mau main pesawat-pesawatan lagi, yah…” selidik Mega.
Shifa menggeleng. “Enggak kok. Shifa Cuma ingin kasih Kanthi dan teman-temannya buku supaya mereka bisa belajar seperti kita…”
Ibu Wida tersenyum mendengarnya. “Bagaimana kalau minggu depan?”
“Asyikk!!!” Shifa melonjak kegirangan. Begitu juga Amanda dan Mega serta teman-teman yang lain. Bus menjadi ramai. Kali ini rencana Shifa sangat luar biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar