Rabu, 08 Juni 2011

Meetball

            Pagi cerah mengiringi langkah Dika pagi ini. Lewat sudah hari-hari kelabu ujian lalu. Kini, awan kelabu itu telah menjelma bagai biri-biri gemuk yang saling berlarian di sabana biru langit sana.
            Bagi sebagian orang, mungkin hari ini belumlah secerah hari Dika. Bagaimana tidak, saat ini kan masa menunggu hasil ujian kemarin. Masa-masanya jantung berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Masa-masanya dag dig dug saat membuka kotak pos rumah atau website tempat pengumuman hasil ujian.
            Yah, diantara sebagian orang itu, Tomas adalah salah satunya. Pagi ini Tomas sangat pucat. Mukanya selalu keringatan kayak habis lari marathon sepuluh kilo aja. Waktu dia lihat Dika santai-santai saja duduk dikelas, dia langsung mendekat.
            “Kamu kok santai amat Dik? Yakin lulus?” tanyanya sembari mengelap keringatnya dengan sapu tangan.
            Dika tersenyum, “Yakin dong. Aku kan dapat bocoran…”
            “Gila, dapat bocoran nggak bagi-bagi…” semprot Tomas. “Emangnya kamu dapatnya pake apa? Kan kemarin Pak Yanwar nyita semua hape kita?”
            “Pake ini, ni…” Dika menunjuk pelipisnya sendiri. “Gratis, nggak pakai pulsa.”
            “Sialan… Kemarin aku minta contekan nggak kamu kasih…”
            “Sorry bos, ini masalah rahasia perusahaan…” Dika tersenyum mengejek. “Lagian kamu pake nanya dapat bocoran pakai apa. Kamu kan tahu kalau aku selalu ranking satu dikelas. Cuma soal begitu doang mah, kecil…”
            “Oke, oke… tapi kenapa kemarin kamu nggak mau kasih contekan?” tanya Tomas masih menuntut Dika.
            “Aku pengin jadi orang yang paling populer disekolah ini Tom... Kamu kan udah populer setiap hari, jadi  kupikir, kamu nggak perlu lebih popular lagi karena lulus dengan nilai bagus. Sorry ya, man. Kali ini aku bakal ngalahin kamu…”
            Tomas benar-benar panas. “Kamu nggak mungkin ngalahin aku, Dik. Emang kamu pinter terus yah, lumayan ganteng lah, tapi tetep masih dibawahku. Satu yang kamu nggak bisa lakukan untuk ngalahin aku. Kamu sama sekali belum pernah punya pacar…”
            Muka Dika langsung memerah.
            “Kamu tahu sendiri kan, aku nomor satu soal cewek. Satu sekolahan SMA Pelita kita ini, sudah seperempat cewenya aku pacarin, tapi, kamu… mana…?”
            Dika mati kutu. Tomas sekarang nyengir, merasa diatas angin.
            “Gini…” lanjut Tomas sambil menatap Dika. “Kamu aku kasih contekan tentang cewek. Aku bukan orang yang pelit buat masalah beginian.”
            Dika menatap Tomas takzim. “Makasih, Tom. Kalau aja ujiannya masih ada, kamu pasti kukasih semua jawabannya…”
            “Halah, enggak usah omongin masalah ujian lagi deh. Kamu mau enggak bocorannya?”
            Dika manggut-manggut semangat.
            “Begini… Di kantin katanya ada cewek cakep. Dia penjual bakso…”
            Dika menjauhkan telinganya dari Tomas. “Kamu gila yah. Penjual bakso kan Bu Nuning. Matamu korslet kali…! Orang udah tua begitu dibilang cakep. Dia kan seumuran ibuku…”
            Tomas ketawa ngakak.
            “Bukan Bu Nuning. Tapi anaknya yang baru datang dari kampung…” Tomas kembali ketawa sambil menatap Dika yang kebingungan.
            “Bener…?” tanya Dika masih ragu.
            “Ya ampun… Sueer dah…” kata Tomas sambil mengangkat kedua jarinya. “Kalau enggak percaya, lihat aja langsung kesana…”
            Dika menggeser bangkunya, lalu berdiri. “Oke, aku mau ngecek sendiri kesana… Kalau sampai kamu bohong, awas …”
            Tomas kini cuma senyum-senyum saja sambil menatap punggung Dika yang bergegas pergi kekantin. ‘Kejutan buat kamu, Dik…’

*****
            Tomas nggak bohong. Di kantin memang ada cewek cakep.
            Dika masih saja bengang-bengong didepan pintu kantin. Matanya masih terpaku sama cewek itu. Kulitnya kuning langsat, mukanya oval sempurna. Di wajah yang simetris itu bermukim sepasang mata bulat yang selalu menatap teduh. Menenangkan saat menatap indah matanya. Alisnya yang sempurna didongkrak lagi dengan hadirnya hidung yang aduhai. Tapi semua itu sangatlah kurang dibandingkan satu hal…
            Senyumnya, yah… Senyumnya yang selalu ramah saat menerima pesanan ataupun saat memberikan kembalian. Senyum itu yang sedari tadi membuat Dika lumer di depan sana.
            Ahh… sayang. Hanya sebatas itu saja yang mampu Dika pandang. Tubuh gadis itu tertutup dengan etalase tempat menyiapkan bakso dagangannya. Mungkin sih kerenan dikit kalau disebut meatball…
            Dibilang keren sih nggak, tapi mungkin yang empunya ini menganggap semua yang berbau bahasa Inggris itu keren sampai sampai di etalasenya ditulis nama itu besar besar…
            MEETBALL  BU NUNING
            Ehh… pasti yang buat tulisan itu nggak buka kamus deh. Masa jadinya meetball…??? Ketemu bola, gitu ???
            Alahhh. Untuk kali ini Dika cuek untuk masalah beginian, padahal biasanya dia suka komplain. Kini prioritasnya hanya tiga. Cewek, cewek dan cewek…
            Sambil melangkah canggung Dika duduk di salah satu bangku yang paling dekat dari si cewek. Dari sini semua ilmunya yang telah ia pelajari dikerahkan… Menurut  arti mimpi, togel hari ini yang jitu 56, eh… maksudnya menurut majalah yang kemarin dibacanya, kebanyakan cewek sukanya cowok yang cool. Maka tanpa basa-basi Dika memasang wajah cool-nya.
            Satu detik, lima, sepuluh, dua puluh  sampai tiga puluh detik tak juga ada reaksi.
            Dika menggaruk-garuk kepalanya. Oke, yang kedua. Kalau nggak berhasil  pose cool berarti harus membuat dia lihat kita. Menyerang, begitu istilahnya.
            Ah, serta merta Dika menatap wajah cewek itu. Beruntung saat itu juga wajahnya berpaling kearah Dika hingga saling tatap. Ini dia kesempatan… Dika segera mengedip-kedipkan matanya kayak orang kelilipan.
            Berhasil. Cewek itu tersenyum geli melihat tingkah polah Dika. Merasa diatas angin, kali ini Dika memberanikan diri, menyiapkan jiwa dan raga untuk meng-hampirinya. Kencan, itu target utamanya… 
            “Hai, boleh kenalan? Namaku Dika, anak IPA3…” tangan itu terulur mendekati etalase.
            Gadis itu menunduk malu-malu… “Namaku Ratna…” ucapnya
            Yess. Mulus…
            “Minggu besok ada acara, Rat?” tanya Dika sambil terus menatapnya.
            “Emm, kayaknya sih nggak kemana-mana. Memangnya ada apa, mas?”
            Muka Dika berbinar… “Gimana kalau kita ken… eh, maksudnya kita jalan-jalan…”
            “Boleh saja sih, mas. Tapi aku minta ijin dulu sama Ibu…”
            “Ah, pasti boleh, kok…” Dika berdeham sok pede.
            “Hoi… Cepetan dong mesennya!!!” Suara cewek tiba-tiba terdengar dari belakang Dika. “Belum sarapan nih. Nanti keburu bel…”
            Dika berpaling hendak memarahi cewek nggak sopan itu, tapi saat dia berbalik yang dihadapnnya ternyata Tina si gembrot 2 ton teman sekelasnya. Terpaksa omelan itu ditelan lagi oleh Dika. Dari pada disuruh tanding sumo, hayoo…. Dan Dika tahu yang dimaksud belum sarapan itu ya belum di sekolah, tapi dirumah pasti udah abis sebakul tuh…
            Sekilas Dika masih sempat senyum pada Ratna sambil memesan semangkuk bakso. Lalu ia melenggang, kembali menuju tempat duduknya semula. Kini penuh kemenangan dia menghayal… Ah, surga dunia. Inikah rasanya jatuh cinta???
            Lamunan itu baru berhenti saat Ratna bergerak hendak keluar mengantar pesanannya. Dika dengan senyum ramah menatapnya dan dibalas dengan tersipu-sipu. Ah, romantis nian kisah ini…
            Tapi, senyum itu mendadak kecut. Oke, begini kronologinya. Wajahnya yang menyembul itu tersenyum saat keluar, masih sempurna. Lalu disusul dengan belah tangan yang menyibak daun pintu. Sampai sini masih sangat wajar dan rasional. Yang sangat mengejutkan yaitu yang keluar berikutnya. Body yang setara dengan Tina barusan menyembul mengikuti wajah yang murah senyum tadi. Astaga… dunia mendadak pengap, mungkin kiamat…
            Mau tak mau Dika harus memasang wajah yang keren tadi. Tapi tetap saja keringat dingin merembes keluar dari pelipisnya… mengerikan.
            “Mas Dika.. Tadi Ratna sudah ijin ke ibu soal ajakannya tadi…” Ratna berbicara sambil meletakkan pesanan Dika diatas meja.
            Dika diam-diam menengadahkan telapak tangannya dibawah meja. Berdoa… Ya Tuhan, semoga tak diijinkan oleh ibunya….
            “Ibu kasih ijin mas, jadi minggu besok kita bisa jalan-jalan. Kebetulan Ratna baru datang dari kampung, jadi belum tahu Jakarta…”
            Dika melesak dikursinya.Matilah kau, nak.
            Kepalang janji, mau apa lagi. Dika mengangguk walau agak enggan menanggapi Ratna yang kini berjalan dengan senyum lebar di bagian atas tubuhnya yang juga ‘lebar’.Aku benar-benar meetball, ketemu bola yang supergede…
            Saat itulah sebuah tawa cekikikan terdengar hingga ke telinga Dika.
“Mampus kamu, Dik…”
Ternyata Tomas. Tomas pasti sudah ngerencanain semua ini… Sialan, aku dikerjain!! Kusumpahin kamu dicipok banci, Tom…
****

“Monas!!!”
            Itu jawaban yang kulayangkan buat Ratna. Gimana enggak jengkel, ban motor yang tadi pagi enggak apa-apa mendadak gembos ditengah jalan. Pasti gara-gara over beban karena ngeboncengin dia.
            Aku akhirnya ngajak dia jalan (bener-bener jalan) ke Monas. Disana minggu pagi sudah ramai banget. Aku cuma ngajak dia duduk-duduk aja dipinggir jalan-jalan taman. Sebenarnya Ratna sama sekali enggak ngeselin. Anaknya juga sama sekali nggak tanya tentang ini itu, atau mungkin berteriak… Ah, itu emas yah mas Dika…
            Sama sekali enggak. Dia malahan diam saja disebelahku yang makin lama makin jutek. Tapi dasar mood-ku lagi jelek, jadi tetep aja sikapku dingin.
            “Dasar Meatball…” gerutuku kesal.
            Seketika dia mendongak memandangku. Ratna tahunya kalau meetball itu baru bakso, tapi kalau meatball… Dia sama sekali nggak tahu, makanya dia kini menatap Dika dengan penuh tanya.
            Dika yang merasa terpojok kini mulai ngeles. “Anu, meatball artinya sayang… Gimana kalau aku panggil kamu meatball saja…”
            Polos sekali wajah itu mengangguk sambil tersipu.
            Dan aku semakin mendengus kesal.
            Tapi, perlahan rasa sebal itu cair dengan adanya sebuah kejadian.
            Sekelompok orang yang lebih gede-gede badannya dariku mendadak mendekat. Mereka memaksa minta uang padaku. Terang saja kutolak mentah-mentah. Dan saat itulah segalanya terjadi.
            Satu hantaman mendarat telak dipipiku. Dan saat itu aku cuma bisa terkapar dengan mata setengah tertutup. Dan habis itu aku hanya bisa tergeletak, hampir pingsan.
            Saat aku kembali membuka mata, sekelompok orang tadi malah pada lari tunggang langgang. Enggak tahu gimana caranya cewek itu mengusir mereka. Yah, cewek itu Ratna.
            Satu pikiran yang melintas dalam pikiranku. Mungkin mereka diajak tanding sumo tadi, lalu digencet satu per satu. Atau… mungkin aja Ratna memiliki jurus trenggiling ala Sonic, memutar badannya yang bulat lalu menggelinding memburu orang-orang itu, menggilasnya. Yah, pasti begitu.
            Dan aku baru tersadar sudah berpikiran yang ngelantur saat lembut tangan Ratna mengelap bekas pukulan diwajahku. Kelembutan itu menciptakan kesejukan tiba-tiba merasuk memenuhi rongga dadaku. Saat itulah dadaku naik turun. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul dari dalam hati. Benar-benar tiba-tiba.
            Sesak ini… Apa aku sedang jatuh cinta…?
            Untuk beberapa saat aku merasa perlu berterima kasih pada Tomas, dan itu pasti akan sangat mengesalkannya lantaran bukannya berhasil mengerjaiku malah membantuku mendapatkan cinta.
            “Sorry yah, jalan-jalannya jadi enggak asik.” kataku saat kami berjalan pulang.
            “Enggak apa-apa mas. Ratna seneng bisa jalan-jalan kesini. Apalagi mas panggil Ratna sayang…” Dia kembali tersipu.
            Aku sama sekali tak mengerti ucapannya barusan.
            “Itu loh mas. Meatball…” katanya riang.
            Seketika aku terkesiap. Ah, celaka… Disaat aku mulai suka padanya malah ada hal begini… Ah, aku menyadari betapa gobloknya otakku ini.
            Ratna semakin riang mengiringiku yang terus saja menuntun motor yang gembos bannya. Terkadang bersenandung lagu cinta yang biasa ku dengar diradio.
            Ah, aku sesal. Tapi sepertinya aku telah betul-betul jatuh cinta.
            Aku berjanji akan memberitahunya tentang meatball itu suatu saat nanti. Kuharap dia tak akan lebih dulu membaca kamus bahasa inggris milik adiknya sampai saat aku mengatakannya.
            Ya Tuhan… Itu doaku, tolong kabulkanlah…

*****

           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar