Rabu, 08 Juni 2011

Lubuk Silangit

LIBURAN ke rumah kakek didesa selalu menyenangkan buat Danu. Bagaimana tidak, kalau disana ia bisa bermain air sungai yang jernih dan juga memancing ikan. Disungai itu ada sebuah lubuk atau kolam alami yang dihuni beragam ikan yang besar-besar. Nama lubuk itu Silangit. Disanalah Danu betah berlama-lama memasang umpan pada kail, lalu berharap ikan-ikan akan memakan umpan di mata kail pancingannya.
            “Kek, Danu dapat ikan besar!” teriak Danu sambil mengangkat mata kail, memamerkan pada kakeknya. Diujung kail itu terlihat ikan segar yang mengelepar berusaha meloloskan diri dari tusukan mata kail Danu.
            Kakek tersenyum lebar melihat keberhasilan Danu.
            Danu segera menaruh ikan yang didapatnya kedalam ember yang tadi dibawa kakek. “Wah, besar sekali…” gumam kakek kagum saat melihat ikan itu. Danu tersenyum bangga.
            “Kenapa kita enggak pakai setruman accu saja, kek? Kalau pakai setruman accu, kita pasti dapat ikan lebih banyak…” Danu memberikan usul yang menurutnya sangat cemerlang. Kalau memancing dengan kail begini kan hanya dapat ikannya satu-satu. Walaupun memancing asyik, tapi kan lama dapat ikannya.
            “Apa iya…?”  gumam Kakek masih memegangi joran pancingannya.
Danu mengernyitkan dahinya, bingung. Kok malah kakek balik tanya sama Danu. Bukannya sudah pasti kalau pakai setruman accu bisa dapat ikan yang lebih banyak. Tinggal ztt ztt, ikan mengambang kena setruman listrik voltase rendah.
            “Danu, kamu tahu kenapa tempat ini dinamakan Silangit?”tanya Kakek yang tersenyum melihat Danu kebingungan.
            Danu menggeleng, tapi kini wajahnya antusias. Pasti kakek akan bercerita. Asyikk!!  Cerita kakek kan selalu menarik untuk didengarkan.
            “Dulu sekali di desa ini, lubuk ini juga sudah dihuni banyak ikan.” kata Kakek memulai cerita. “Cuma, dulu lubuknya belumlah mempunyai nama. Nah, karena dulu hidup orang-orang penduduk desa ini susah, maka dicetuskanlah ide menguras lubuk ini untuk mengambil ikan-ikannya.”
            Danu manggut-manggut mendengarkan cerita itu.
            “Maka beramai-ramai penduduk menguras kolam yang lebar ini. Aliran air yang dari atas lubuk dialihkan ke tempat lain dengan membuat tanggul. Karena beramai-ramai, sebentar saja lubuk sudah surut airnya. Ikan-ikan terlihat menggelepar karena kehabisan air. Serentak para penduduk berebut mengambilnya…”
            “Pasti saat itu asyik sekali. Iya kan, kek…?” komentar Danu dengan mata berbinar.
            Kakek tersenyum. “Tapi ternyata semua itu tidak menyenangkan, Danu. Memang ketika melihat semua ikan itu menggelepar tidak berdaya, para penduduk bersorak penuh kemenangan. Tapi, hal itu hanya berlangsung sesaat karena tiba-tiba air dari dasar lubuk memancar keluar tinggi sekali seperti air mancur. Saking tingginya sampai-sampai dibilang menyentuh langit.”
            Danu terperangah mendengar cerita kakeknya. Air yang muncrat seperti air mancur sangat menarik perhatiannya. Pasti saat itu orang-orang sangat takut sekaligus kagum. Ada air yang keluar dari dasar lubuk, gitu lho.
            Para penduduk yang tadinya bersenang-senang mengambili ikan langsung berlari ketepian lubuk. Dalam sekejap air lubuk ini kembali penuh tergenang, padahal aliran dari atas masih dibendung.” Kakek menghela nafas sejenak.
            “Sejak saat itu, lubuk ini diberi nama Silangit oleh para penduduk desa. Tapi, lebih daripada itu, penduduk merasa mendapatkan pelajaran yang berharga…”
            “Pelajaran apa itu, kek?” sela Danu penasaran.
            Kakek tersenyum. “Pelajaran yang didapat, yaitu bahwa kita tidak boleh mengambil sesuatu secara berlebihan. Tidak boleh serakah. Coba Danu bayangkan, kalau lubuk ini dikuras. Yang mati kekurangan air bukan cuma ikan yang besar-besar saja, tapi juga anak-anak ikan yang kecil. Kalau ikan yang kecil ikut mati, lubuk inipun tidak akan ada ikannya lagi dan Danu tidak bisa memancing lagi bersama kakek, bukan?”
            Danu kembali manggut-manggut mengerti.
            “Danu tadi juga bilang kalau pakai setruman dapat banyak ikan. Pada intinya memakai alat setrum juga tindakan serakah karena setrum itu malah akan membunuh ikan yang kecil juga. Memang kita akan mendapat banyak ikan, tapi nantinya kita tidak akan menemukan ikan lagi karena bibit ikan yang kecil ikut musnah.” Kakek kini mengelus-elus lembut rambut Danu. “Gimana, Danu? Masih mau memakai alat setrum biar dapat banyak ikan?”
            Danu kini menggeleng cepat-cepat. Danu enggak mau membunuh ikan yang kecil-kecil. Ia masih ingin memancing bersama kakek lagi, masih ingin dapat ikan besar lagi. Dan juga Danu tak ingin menjadi orang yang serakah. Teman-teman juga begitu, kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar